ketua Dewan perwakilan Mahasiswa IKIP Mataram 2011-2012

Rabu, 10 November 2010

GERAKAN MAHASISWA SEBAGAI GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN IDENTITAS


          Diskurkus tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan
dalam berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun. Begitu banyaknya
forum-forum diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan,
makalah, maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan
kepentingan gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik kontemporer di
Indonesia. Terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi
masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah
masyarakat.
Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen
dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih
lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan,
dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam.
Kehadiran gerakan mahasiswa — sebagai perpanjangan aspirasi rakyat —- dalam
situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan
kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis
a vis
penguasa. Secara umum, advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada
upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang
terjadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu,
motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas
keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat
lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan
mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas
perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami distorsi dan
jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi
kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu
penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Saking begitu
berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakkan negara di dunia
telah mencatat bahwa perubahan sosial (social change) yang terjadi
hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh adanya gerakan perlawanan
mahasiswa.
Alasan utama menempatkan mahasiswa beserta gerakannya secara khusus dalam
tulisan singkat ini lantaran kepeloporannya sebagai "pembela rakyat"
serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negaranya yang
dilakukan dengan jujur dan tegas. Walaupun memang tak bisa dipungkiri, faktor
pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula mewarnai aktifitas politik
mahasiswa yang telah memberikan konstribusinya yang tak kalah besar dari
kekuatan politik lainnya. Oleh karenanya, penulis menyadari bahwa deskripsi
singkat dalam artikel ini belum seutuhnya menggambarkan korelasi positif antara
pemihakan terhadap ideologi tertentu dengan kepeloporan yang dimiliki dalam
menengahi konflik yang ada. Mungkin bisa dikatakan artikel ini lebih banyak
mengacu pada refleksi diskursus-diskursus politik kekuasaan otoritarian Orde
Baru yang sengit dilakukan di kalangan aktifis mahasiswa dalam dekade 90-an. Di
mana sebagian besar gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi kala itu, penulis
ikut terlibat di dalamnya. Tentunya, pendekatan analisis dalam artikel ini
lebih mengacu pada gerakan mahasiswa pro-demokrasi jauh sebelum maraknya
gerakan mahasiswa dalam satu tahun terakhir ini, yang akhirnya mengantarkan
pada pengunduran diri Presiden Soeharto.
Pemihakan terhadap ideologi tertentu dalam gerakan mahasiswa memang tak
bisa dihindari. Pasalnya, pada diri mahasiswa terdapat sifat-sifat
intelektualitas dalam berpikir dan bertanya segala sesuatunya secara kritis dan
merdeka serta berani menyatakan kebenaran apa adanya. Maka, diskursus-diskursus
kritis seputar konstelasi politik yang tengah terjadi kerap dilakukan sebagai
sajian wajib yang mesti disuguhkan serta dianggap sebagai tradisi yang melekat
pada kehidupan gerakan mahasiswa.
Pada mahasiswa kita mendapatkan potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan
sebagai modernizing agents. Praduga bahwa dalam kalangan mahasiswa kita
semata-mata menemukan transforman sosial berupa label-label penuh amarah,
sebenarnya harus diimbangi pula oleh kenyataan bahwa dalam gerakan mahasiswa
inilah terdapat pahlawan-pahlawan damai yang dalam kegiatan pengabdiannya
terutama (kalau tidak melulu) didorong oleh aspirasi-aspirasi murni dan
semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus edukasi, akan tetapi
berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu,
sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator
dengan cara-caranya yang khas".
Masa selama studi
di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap,
dan persepsi mereka dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di
sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi
merangsang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris
dianggap berhasil.
Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian
terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati. Tatkala,
mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya
akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed
dengan mata hatinya, mereka akan merasa "terpanggil" sehingga
terangsang untuk bergerak.
Dalam kehidupan gerakan mahasiswa terdapat adagium patriotik yang bakal
membius semangat juang lebih radikal. Semisal, ungkapan "menentang
ketidakadilan dan mengoreksi kepemimpinan yang terbukti korup dan gagal" lebih
mengena dalam menggugah semangat juang agar lebih militan dan radikal. Mereka
sedikit pun takkan ragu dalam melaksanakan perjuangan melawan kekuatan
tersebut. Pelbagai senjata ada di tangan mahasiswa dan bisa digunakan untuk
mendukung dalam melawan kekuasaan yang ada agar perjuangan maupun
pandangan-pandangan mereka dapat diterima. Senjata-senjata itu, antara lain
seperti; petisi, unjuk rasa, boikot atau pemogokan, hingga mogok makan. Dalam
konteks perjuangan memakai senjata-senjata yang demikian itu, perjuangan
gerakan mahasiswa — jika dibandingkan dengan intelektual profesional —-
lebih punya keahlian dan efektif.
Kedekatannya dengan rakyat terutama diperoleh lewat dukungan terhadap
tuntutan maupun selebaran-selebaran yang disebarluaskan dianggap murni
pro-rakyat tanpa adanya kepentingan-kepentingan lain meniringinya. Adanya
kedekatan dengan rakyat dan juga kekauatan massif mereka menyebabkan gerakan
mahasiswa bisa bergerak cepat berkat adanya jaringan komunikasi antar mereka
yang aktif ( ingat teori snow bowling)..
Oleh karena itu, sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang
dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan
politik pada suatu negara. Secara empirik kekuatan mereka terbukti dalam
serangkaian peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di
Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di
Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran
tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di
Filipinan tahun 1985, dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Akan tetapi,
walaupun sebagian besar peristiwa pengulingan kekuasaan itu bukan menjadi
monopoli gerakan mahasiswa sampai akhirnya tercipta gerakan revolusioner.
Namun, gerakan mahasiswa lewat aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis
telah terbukti menjadi katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan
rakyat dalam menentang kekuasaan yang tirani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar